Rabu, 22 Mei 2013

ORA SENENG KENA NING AJA SENGIT

           Ketiga anak kecil ini bisa dilihat mana yang sengit mana yang seneng , he he tapi ini bukan mengeksploitasi balita untuk konsumsi publik, hanya sekedar penggambaran bahwa konsep hidup ORA SENENG KENA NING AJA SENGIT ini bisa diibaratkan permainan yang dilakukan oleh anak-anak ketika pada suatu kesempatan, dua orang kompak untuk melarang temennya tidak boleh main bersama dengan berbagai macam alasan sesuai persepsi anak-anak dan berhasil,  kemudian seberaba lama mereka untuk tidak saling tegur sapa? sampai berhari2 kah? tak sampai ukuran jam-jaman mereka sudah akrab kembali. Berbeda dengan orang-orang tua, jika sudah "ambeg ambegan" dengan tetangga sampai kapanpun tidak pernah ada rekonsiliasi, perbaikan bersama.
           Maka kemudian sebuah percaturan dalam tatanan dunia, konsep bermasyarakat orang jawa yang termanifestasi dalam sebuah kalimat "Ora seneng kena ning aja Sengit" (Ini yang selalu di ular2kan Bapak saya di Cilacap) menjadi hal yang sangat indah untuk dipraktekan dalam tataran bernegara atau bermasyarakat, kalau boleh saya sampaikan bahwa ini sesungguhnya konsep kenegarawan yang akan bisa membentuk sebuah komunitas negara yang maju dan memiliki integritas moral.
           Pun demikian adanya, bahwa interaksi bermasyarakat ini membutuhkan daya ingat yang sangat tinggi agar "Ora seneng kena ning aja Sengit" menjadi sebuah rel jika kemudian terjadi benturan-benturan sosial yang tak sengaja atau , benturan-benturan  politik dalam mengelola negara dan pasti benturan ini akan berakibat "seneng" dan "sengit", tinggal bagaimana kita mengelola sebuah ke"senengan" jangan sampai menjadi bara untuk membakar ke"sengitan".
      Boleh dong saya menilik ke belakang sebelum kita bahas lebih jauh tentang "Ilmu=OSKNAS"~~~~>Ora Seneng Kena Ning Aja Sengit, hal ini merupakan sebuah pesan Ayah pada anaknya disetiap kesempatan diulang-ulang agar kita sebagai anak faham benar konsep ilmu ini, karena dari hasil perjalanan panjang hidup bertahun-tahun pengembaraan sampai terdampar di Pantai Teluk Penyu he he, ada kekhasan dalam dialek jawa banyumasan kental dalam penyampaiannya ternyata ketika dicerna dalam-dalam bahwa OSKNAS menjadi sebuah "pedoman" yang sebetulnya berdasarkan ajaran agama Islam disinkoronisasikan dengan budaya jawa, terciptalah ilmu pilih tanding ini bersandi OSKNAS. Sungguhpun demikian bahwa ini rambu-rambu dan pagar-pagar ketika seorang manusia atau anak yang beranjak dewasa disampaikan terus menerus ketika batas teriorial bukan menjadi halangan, bisa per telp, sms-an terus diingatkan pada saya dengan bahasa beliau agar anaknya tetap berpegang pada konsep njawani tersebut  yang sangat menarik adalah di akhir dari setiap pembicaraan pasti ujungnya adalah," Ya , kiye nyong mung wong tua, nek arep di enggo ya ngonoh nek ora dienggo ya ora papa" indah bukan? tanpa dipakasakan untuk suatu keharusan menerapkan dalam bermasyarakat, kami sekelurga pun berdoa agar tetap sehat wal afiat Amin ya Rabbal Alamin.
            Maka berpedoman dari ular2 itulah kemudian bisa menenggelamkan nafsu duniawi yang selalu hinggap dan akan mengintai manusia dimanapun kita berada, masihkah ada akal sehat kita untuk berpihak pada sebuah konsep kecil kenegawawan ini? walau digagas oleh seorang Ayah bagi anak2nya di belahan Pantai Selatan, Teluk Penyu dekat Pulau Nusakambangan=Cilacap. Kalau bukan orang Cilacap siapa lagi yang akan membumikan konsep ini.
            Sehingga kemudian bukankah menjadi indah jika semua perhelatan hidup ini dihadapi dengan OSKNAS? contohnya ketika terjadi permasalahan yang menimpa seseorang terkait masalah korupsi misalnya  tentu saja kita akan mudah menyikapinya ORA SENENG  terhadap perbuatannya tapi AJA SENGIT pada orang tersebut, karena dia masih sebagai manusia yang wajib kita bela tentang kemanusiannya saja, soal perbuatannya yang dilakukan itu wajib kita untuk ORA SENENG tapi apakah hakekat kemanusiaannya kita juga harus ORA SENENG? tentunya akan banyak orang-orang yang merana jika prinsip demikian dilakukan, atau ada unsur kesengajaan untuk mematikan karakter orang tersebut dengan dalih perbuatannya.
        Tentu saja tidak demikian, sejatinya sebagai manusia prinsip-prinsip hidup ini melekat erat dalam tatanan penguasaan masing-masing individu oleh karenanya ular-ular dari Ayah saya tersebut sejatinya menyentuh pada tingkatan relung keindividuan agar menjadi pola hidup yang saling menghargai bahkan saling menyayangi, karena putaran hidup ini sungguh sangat cepat secepat kilat menyambar tatanan-tatanan filosofi kebudayaan Jawa yang akhirnya menjadi semakin luntur, dan hanya sebagai sejarah, atau paling banter diterbitkan buku saja.
          Maka OSKNAS mungkin bisa menjadi penawar kita sekalian terhadap racun globalisasi yang sudah secara terang-terangan menyerang sampai pada relung-relung sendi kehidupan bangsa ini dan akankah konsep prinsip hidup yang mengkarakter pada setiap kita hanya tinggal kenangan? Akankah sebuah kesengitan itu akan berlanjut tanpa ada rekonsiliasi, tanpa ada saling memaafkan tanpa asa saling menyayangi sesama, sengitlah terhadap perbuatannya yang melanggar aturan tapi jangan sengit terhadap orangnya, maka belajarlah pada anak-anak kecil  di atas, sebentar pun mereka guyup lagi tanpa ada rasa untuk saling menguasai.
 Wallahu Alam bishawab.

Batam,