Eforia
sebuah kemenangan bisa menjadi gegap gembita dan berjalan sedemikian rupa
sampai pada tingkatan bahwa kemenangan sejatinya bisa dibuat dan bisa
diciptakan manakala serius menangani sebuah perhelatan atau iven tertentu. Tapi
hal ini akan menjadi sirna tanpa hasil untuk sebuah kemenangan jika ternyata
pesimisme sudah bergelayut dipelupuk mata atau di dada ini, patut
dipertimbangkan dan ditanamkan kepada para prajurit atau skuod atau sekelompok
pemain atau partai sekalipun bahwa kemenangan ini juga sebetulnya adalah tidak
hanya konsumsi hati, tapi juga konsumsi pikiran perasaan dalam wilayah
psikologi, langkah utama adalah meng-optimisme-kan sehingga kemenangan itu
ibarat sesuatu yang mudah untuk didapatkan.
Maka
kemudian ketika pertarungan Bambu Runcing dan Gingseng ( Indonesia vs Korea )
sebetulnya mudah untuk mengaduk-aduk pola pikir masyarakat bahwa Bambu Runcing
itu dahsyat dibanding Gingseng, bambu itu kuat tajam dan runcing lagi, maka
skuad Merah Putih bisa diberikan semangat seperti ketika perang gerilya jaman
Panglima Besar Jendral Sudirman, tidak memiliki fasilitas apa-apa tapi bisa
menggentarkan penjajajah, begitu juga skuad-skuad kita yang lain bahwa sejak
dahalu Indonesia itu sudah terbiasa dengan tidak memiliki fasilitas tetapi
semangat untuk menegakan Merah Putih tertanam begitu erat dalam pikiran
psikologi masyarakat. Maka kemudian tulisan saya di blog ini dengan judul “Dondong Opo Salak” sebetulnya
hanya menjadi stimulan untuk fokus bahwa Merah Putih harus tetap tegak dengan
kondisi apapun.
Sesungguhnya
ada yang menarik dalam konteks ke-Indonesiaan kita dari waktu ke waktu, dimana
sebuah perjalanan negara ini sebetulnya menjadi lebih maju dari jaman pertama
kali kita merdeka, walau kemudian kemajuan tidak hanya diukur dari berjejernya
gedung-gedung bertingkat di perkotaan, tetapi sesungguhnya kemajuan itu juga
terletak pada bagaimana pola pikir masyarakat sudah semakin cerdas semakin pintar
menganalisa semakin pintar berkarya, ini adalah point terpenting dalam
perhelatan ke depan memandang Indonesia, mari kita lihat murid-murid Taman
Kanak-Kanak di jaman sekarang mereka diajarkan untuk berkompetensi disegala
bidang, disetiap lomba mereka lakukan dengan semangat bahwa saya harus juara, walaupun dia
sesungguhnya tidak tau juara berapa, yang penting dapat piala dari sekolahnya
dan tertulis Juara I lomba bla bla bla, dan piala tersebut dibawa pulang.
Ketika
ditanya juara berapa nak tadi lombanya pasti jawab Juara Satu tuh pialanya, he
he he, menarik buat saya pribadi tentang hal ini, si anak tidak tau bahwa
sesungguhnya dia juara atau tidak juara dalam lomba tersebut, atau anak sengaja
untuk tidak diberitahu kreteria juara itu seperti apa yang penting juara titik.
Padahal sesungguhnya guru TK tersebut menawarkan kepada orang tua murid yang
mengikuti lomba, Ibu-Ibu mau buat piala juara berapa? Kalau juara satu segini,
juara dua selisihnya hanya segini, maka ibu-ibu orang tua murid pun bagai
paduan suara kompak juara satu saja buguru, gubrak..... jadi semua anak TK itu
Juara Satu semua, satu sekolah hebat kan.
Yang
menarik disini adalah anak-anak TK tersebut sudah diajarkan untuk menjadi
juara, mental pemenang sudah diajarkan, pokoknya juara, yang lebih menarik
sekali ternyata disini ada unsur bisnis bagi guru-guru TK tersebut, bayangkan
satu piala untung Rp. 25.000,- kali 100 murid berapa bro 2.500.000, untuk
setiap perlombaan, kalau dalam satu bulan ada 5 perlombaan maka 5 kali
2.500.000 berapa tuh 12.500.000, dahsyat guru-guru TK ini.....
Saya
pun mesem-mesem ketika istri saya bercerita sambil senyum-senyum bahwa Ade (panggilan untuk anak saya yang ke
7) ikut lomba menendang bola masukin ke gawang kecil, dari 5 bola hanya masuk
gawang 2 kok juara 1 pialanya besar pula, ya realnya juara harapan 1, seperti
yang saya utarakan tadi diatas, materi yang dilombakan bagus menendang bola
masukan ke gawang karena ini mencoba melatih motorik anak yang masih belum
berumur 7 tahun agar menimbulkan konsentrasi, ternyata anak2 seumuran anak saya
tersebut memang belum sinkron antara motorik dan kemauan otak, kemudian melatih
juga untuk konsentrasi anak terhadap sesuatu, hasilnya anak2 ini belum bisa
berkonsentrasi belum bisa fokus lebih cenderung konsentrasi pada permaianan
saja, nanti kita bahas deh.
Kembali
kepersoalan tadi, bahwa memang mental juara itu harus ditanamkan sedini mungkin
pada anak2 balita, terlepas disini ada unsur bisnis piala, untuk sementara kita biarkan saja dulu, tapi
visi TK ini jelas bahwa menciptakan anak menjadi juara, berani bertanding
sedini mungkin, berani bersaing sedini mungkin, berani menunjukan kemampuan
masing2 walau hanya menendang bola, ini hal yang positif dalam kancah
ke-Indonesiaan kita. Maka kami sepakat saya, Istri saya dan kakak2nya ade,
ciptakan psikologis bahwa Ade juara, Adek pintar, Ade Pemenang, Ade berani
bertanding, Ade mandiri, Ade kuat, di rumahpun berjejer piala juara satu semua,
walau ternyata Ade ini selalu kalau mau berangkat sekolah dibangunin susahnya
minta ampun, setengah lapan baru bangun , sholat subuh cuci muka doang di
wastafel, sekali lagi inilah ke-Indonesiaan kita yang patut kita banggakan
untuk meraih masa depan penuh ceria.
Sehingga
Bumbu Runcing ini akan tetap runcing, walau ada usaha-usaha menumpulkannya
secara seistematis, SaveIndonesia.
Batam, 13
Dzulhijjah 1434 H.